Light Brown Pointer
^_^ Selamat membaca. Semoga apa yang saya tulis bisa bermanfaat bagi anda yang telah membacanya ^_^

Rabu, 27 Maret 2013

Contoh Pelanggaran HAM


1. Pelanggaran HAM Berat antar Suku di Sambas, Kalimantan Barat 
Tampaknya agama dan suku sering menjadi pemicu meletusnya konflik dan kerusuhan di Indonesia. Tak peduli dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pemersatu kita orang Indonesia. Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pun tak melekat dalam hati. Dan inilah yang terjadi di Sambas, Kalimantan Barat. Dimana telah terjadi kerusuhan besar antar suku yang menyebabkan banyaknya jatuh korban jiwa di Sambas (1970-1999). Sekali lagi HAM telah dinodai. Kerusuhan Sambas merupakan peristiwa pecahnya pertikaian antar etnis pribumi dengan pendatang, yakni suku Dayak dengan Madura yang mencapai klimaks pada tahun 1999. 
2. Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah 
Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah muncul ketika Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh dari PT. CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk menaikkan upah buruh pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh rekannya, dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan meninggal dunia. Mayatnya ditemukan di sebuah hutan di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat. Menurut hasil otopsi, diketahui bahwa Marsinah meninggal karena penganiayaan berat. 

Kedua pelanggaran diatas telah melannggar pasal 28 J ayat 1 dan 2, yaitu:
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.  Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Pada Pelanggaran HAM yang ke dua juga telah melannggar pasal 28 D ayat 2 yaitu: hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan imbalan yang pentas memang tergantung kepada persiapan para pencari kerja tapi pemerintah juga berkewajiban menciptakan banyak lapangan pekerjaan agar tingkat pengangguran semakin menurun dan kesejahteraan masyarakat dapat meningkat.

Pasal 28D, yaitu

1.  Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. 
3.  Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. 
4.  Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
 

Demokrasi yang Pernah Berlaku di INDONESIA

a. Periode Berlakunya Demokrasi Liberal (1945-1959)
Pada masa ini, awal mulanya diterapkan demokrasi dengan system kabinet presidensial yaitu para menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden, sehingga yang berhak memberhentikannya adalah presiden. Namun setelah dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X yang menyatakan BP KNIP menjadi sebuah lembaga yang berwenang sebagaimana lembaga negara, kemudian diperkuat dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 yang menyatakan diperbolehkannya pembentukan multipartai, serta Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang menegaskan tanggung jawab adalah dalam tangan menteri. Lahirlah sistem pemerintahan parlementer yang pada prinsipnya menegaskan pertanggung jawaban menteri-menteri kepada parlemen. Pemberlakuan UUDS 1950 menegaskan berlakunya sistem parlementer dengan multipartai. Namun perkembangan partai-partai tidak dapat berlangsung lama karena koalisi yang dibangun sangat rapuh dan gampang pecah, sehingga mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan pada saat itu.
b. Periode Berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959—1965)
Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali, dan berakhirnya pelaksanaan demokrasi liberal. Kemacetan politik yang terjadi pada masa itu dapat diselesaikandengan menggunakan demokrasi terpimpin, di mana dominasi kepemimpinan yang kuat akan dapat mengendalikan kekuatan politik yang ada pada saat itu. Keadaan pada masa demokrasi terpimpin diwarnai oleh tank menarik tiga kekuatan politik yang paling utama, yaitu Soekarno, Angkatan Darat dan PKI. Soekarno membutuhkan PKI untuk menandingi kekuatan
Angkatan Darat yang beralih fungsi sebagai kekuatan politik, sedangkan PKI memerlukan Soekarno untuk mendapatkan perlindungan presiden dalam melawan Angkatan Darat. Angkatan darat sendiri membutuhkan Soekarno untuk mendapatkan legitimasi agar dapat terjun ke arena politik Indonesia.
Adanya tank ulur dalam kehidupan politik saat itu, memunculkan masalah-masalah besar yang menyimpang dari kehidupan demokrasi yang berdasarkan UUD 1945, yaitu:
1) Presiden diangkat sebagai presiden seumur hidup berdasarkan ketetapan MPRS No.lI1/1963.
2) Adanya perangkapan jabatan oleh beberapa orang, di mana seorang anggota kabinet dapat juga sekaligus menjadi anggota MPRS.
3) Keanggotaan MPRS dan lembaga negara lain tidak melalui proses demokrasi yang baik, karena dilakukan dengan cara menunjuk seseorang untuk menjadi anggota lembaga negara tertentu.
4) Pelaksanaan demokrasi terpimpin cenderung berpusat pada kekuasaan presiden yang melebihi apa yang ditentukan oleh UUD 1945, yaitu dengan keluarnya produk hukum yang setingkat undangundang dalam bentuk penetapan presiden (Penpres). Misalnya Penpres No.2/1959 tentang pembentukan MPRS, Penpres No.3/1959 tentang DPAS dan Penpres No.3/1960 tentang DPRGR.
5) DPR basil Pemilu 1955 dibubarkan oleh Presiden karena RAPBN yang diajukan pemerintah tidak disetujui DPR, dan dibentuklah DPRGR tanpa melalui pemilu.
6) Terjadinya penyelewengan terhadap ideologi Pancasila dan UUD 1945, dengan berlakunya ajaran Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunis).
7) Terjadinya Pembrontakan Gerakan 30 September PKI (G 30 S/PKI) yang mengajarkan ideologi komunis. Peristiwa Gerakan 30 September PKI dapat ditumpas dan dibubar-kan beserta dengan antek-anteknya, bahkan PKI menjadi organisasi terlarang. Hancurnya PKI, menandai berakhirnya sistem demokrasi pepimpin dan munculnya Orde Baru yang ingin melaksanakan Pancasila pan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
c. Periode Berlakunya Demokrasi Pancasila (1965—1998)
Gerakan pembrontakan yang dilakukan oleh PKI merupakan puncak penyimpangan yang terjadi pada masa berlakunya demokrasi pepimpin. Tetapi hal ini menjadi titik tolak bagi pengemban Surat Perintah 11 Maret, yaitu Soeharto untuk menuju puncak kepemimpinan nasional dengan dikeluarkannya ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12 Maret 1967 tentang Pengangkatan Soeharto menjadi Presiden Negara Republik Indonesia.
Pada masa orde baru berlaku sistem demokrasi pancasila. Dikatakan demokrasi pancasila karena sistem demokrasi yang diterapkan didasarkan pada Pancasila, yang intinya adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakiln yang dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan menjiwai sila kelima. Pengertian demokrasi pancasila tersebut sesuai dengan Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1968 tentang Pedoman Pelaksanaan Demokrasi Pancasila, di mana dalam ketetapan tersebut disebutkan istilah Demokrasi Pancasiia adalah sama dengan sila keempat dari Pancasila.
Ada beberapa fungsi Demokrasi Pancasila, yaitu:
1) menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara;
2) menjamin tetap tegaknya negara Proklamasi 17 Agustus 1945;
3) menjamin tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia;
4) menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila;
5) menjamin adanya hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara lembaga-lembaga negara;
6) menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab. Prinsip atau asas pelaksanaan Demokrasi Pancasila menurut pemerintahan orde baru ada tiga, yaitu:
1) menjunjung tinggi hak asasi manusia dan martabat manusia;
2) kekeluargaan dan gotong royong;
3) musyawarah mufakat.
Namun, demokrasi pancasila dalam era Orde Baru hanya sebatas keinginan yang belum pernah terwujud. Karena gagasan yang baik tu baru sampai taraf wacana belum diterapkan. Praktik kenegaraan dan pemerintahan pada rezim ini tidak memberikan ruang bagi kehidupan berdemokrasi. M. Rusli mengungkapkan ciri-ciri rezim orde haru sebagai berikut.
1) Adanya dominasi peranan ABRI dengan adanya Dwi Fungsi ABRI pada saat itu, yaitu disamping sebagai kekuatan pertahanan keamanan ABRI juga mempunyai peranan dalam bidang politik. Hal ini dapat dilihat dengan jatah kursi yang diberikan ABRI dalam MPR;
2) Adanya birokrasi dan sentralisasi dalam pengambilan keputusan politik;
3) Adanya pembatasan terhadap peran dan fungsi partai dalam pengambilan keputusan politik;
4) Adanya campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik;
5) Adanya massa mengambang
6) Adanya monolitisasi ideologi negara; yaitu negara tidak membiarkan berkembangnya ideologi-ideologi lain;
7) Adanya inkorporasi; yaitu lembaga-lembaga non pemerintah diharapkan menyatu dengan pemerintah, padahal seharusnya sebagai alat kontrol bagi pemerintah. Kepemimpinan pada masa Orde Baru bertumpu pada Soeharto sebagai presiden, ABRI, Golkar, dan birokrasi. Pengambilan kebijakan bidang ekonomi lebih ditonjolkan tetapi ruang kebebasan lebih dipersempit, sehingga pada pemerintahan orde baru nyaris tanpa kontrol masyarakat. Hal ini mengakibatkan kemajuan ekonomi digerogoti oleh korupsi, nepotisme, dan kolusi.
d. Periode Berlakunya Demokrasi dalam Era Reformasi (1998-Sekarang)
Runtuhnya Orde Baru ditandai dengan adanya krisis kepercayaan yang direspon oleh kelompok penekan (pressure group) dengan mengadakan berbagai macam demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa, pelajar, LSM, politisi, maupun masyarakat.
Runtuhnya kekuasaan rezim orde baru telah memberikan harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Masa peralihan demokrasi ini merupakan masa yang sangat rumit dan kritis karena pada masa ini akan ditentukan kearah mana demokrasi akan dibangun. Keberhasilan dan kegagalan suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat faktor, yaitu:
1) komposisi elite polit
2) desain institusi politik
3) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite politik
4) peran masyarakat madani.
Keempat faktor tersebut harus berjalan sinergis sebagai modal untuk mengkonsolidasikan demokrasi. Sedangkan Azyumardi Azra menyatakan langkah yang harus dilakukan dalam transisi Indonesia menuju demokrasi sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar, yaitu:
1) reformasi konstitusional (constitutional reform) yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik.
2) reformasi kelembagaan (institutional reform and empowerment), yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga politik;
3) pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih demokratis.
Sedangkan dinamika demokrasi pada masa reformasi dapat dilihat berdasarkan aktifitas kenegaraan sebagai berikut.
1) Dikeluarkanya Undang-Undang No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik, memberikan ruang dan gerak lebih luas untuk mendirikan partai politik yang memungkinkan berkembangnya multipartai. Hal ini dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 31 Tabun 2002 Pasal 2 ayat 1 yang menyatakan “partai politik didirikan dan dibentuk oleh sekurang-kurangnya 50 orang warga negara Indonesia yang telah berusia 21 tahun dengan akta notaris”.
2) Undang-Undang No.12 tahun 2003 tentang Pemilu memberikan kebebasan kepada warga negara untuk menggunakan hak pilihnya secara langsung untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota maupun DPD. Bahkan pemilihan presiden dan wakilnya juga dilaksanakan secara langsung.
3) Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, berwibawa dan bertanggung jawab dibuktikan dengan keluarnya ketetapan MPR No.IX/MPR/1998 dan ditindak lanjuti dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sebagainya.
4) Lembaga legislatif dan organisasi sosial politik sudah mempunyai keberanian untuk melakukan fungsi kontrol terhadap ekskutif, sehingga terjadi check and balance.
5) Lembaga tertinngi negara MPR berani mengambil langkah-langkah politik dengan adanya sidang tahunan dan menuntut kepada pemerintah dan lembaga negara lain untuk menyampaikan laporan kemajuan (progress report).
6) Adanya kebebasan media massa tanpa ada rasa takut untuk dicabut surat ijin penerbitannya.
7) Adanya pembatasan masa jabatan presiden, yaitu jabatan presiden paling lama adalah 2 periode masa kepemimpinan.

Senin, 25 Maret 2013

Pendidikan Kewarganegaraan

Kewarganegaraan merupakan bagian dari konsep kewargaan. Di dalam pengertian ini, warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah, kewargaan ini menjadi penting, karena masing-masing satuan politik akan memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda-beda bagi warganya. Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan. Ada kemungkinan untuk memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak berpartisipasi dalam politik).
      A.       Pengertian Negara
Negara dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Pengertian Negara lainnya yang didefinisikan dalam KBBI adalah kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Unsur-unsur suatu negara itu meliputi berikut ini:
1.      Rakyat
Rakyat adalah semua orang mendiami wilayah suatu negara. Rakyat adalah unsur yang terpenting dalam negara karena rakyat yang mendirikan dan membentuk suatu negara. Rakyat terdiri atas penduduk dan bukan penduduk. Penduduk, yaitu semua orang yang tinggal dan menetap dalam suatu negara. Mereka lahir secara turun-temurun dan besar di dalam suatu negara. Bukan penduduk adalah orang yang tinggal sementara di suatu negara. Misalnya, turis mancanegara yang berkunjung ke Indonesia.
2.      Wilayah
Wilayah merupakan tempat tinggal rakyat di suatu negara dan merupakan tempat menyelenggarakan pemerintahan yang sah. Wilayah suatu negara terdiri atas daratan, lautan, dan udara. Wilayah suatu negara berbatasan dengan wilayah negara lainnya. Batas-batas wilayah negara dapat berupa bentang alam contohnya sungai, danau, pegunungan, lembah, laut; batas buatan contohnya pagar tembok, pagar kawat berduri, patok; batas menurut ilmu pasti berdasarkan garis lintang, garis bujur.
3.      Pemerintahan yang Sah
Pemerintahan yang sah dan berdaulat adalah pemerintahan yang dibentuk oleh rakyat dan mempunyai kekuasaan tertinggi. Pemerintahan yang sah juga dihormati dan ditaati oleh seluruh rakyat serta pemerintahan negara lain.
4.      Pengakuan dari Negara Lain
Negara yang baru merdeka memerlukan pengakuan dari negara lain karena menyangkut keberadaan suatu negara. Pengakuan dari negara yang lain ada yang bersifat de facto dan ada yang bersifat de jure. Pengakuan De Facto, artinya pengakuan tentang kenyataan adanya suatu negara merdeka. Pengakuan seperti ini belum bersifat resmi. Sebaliknya, pengakuan De Jure, artinya pengakuan secara resmi berdasarkan hukum oleh negara lain sehingga terjadi hubungan ekonomi, sosial, budaya, dan diplomatik.
Tujuan Negara
1.      Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2.      Memajukan kesejahteraan umum
3.      Mencerdaskan kehidupan bangsa
4.      Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Bentuk Negara
Sebuah Negara dapat berbentuk Negara kesatuan dan Negara serikat Bangsa Indonesia beranggapan bahwa terjadinya Negara merupakan suatu proses yang berkesinambungan. secara ringkas, proses tersebut adalah sebagai berikut :
a.      perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia
b.      proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan
c.       keadaan bernegara yg nilai2 dasarnya ialah merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur

       B.      Bangsa
Bangsa adalah suatu kelompok manusia yang dianggap memiliki identitas bersama, dan mempunyai kesamaan bahasa, agama, ideologi, budaya, dan/atau sejarah. Mereka umumnya dianggap memiliki asal-usul keturunan yang sama. Konsep bahwa semua manusia dibagi menjadi kelompok-kelompok bangsa ini merupakan salah satu doktrin paling berpengaruh dalam sejarah. Doktrin ini merupakan doktrin etika dan filsafat, dan merupakan awal dari ideologi nasionalisme.

      C.       Warga Negara (WN)
Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara serta mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara, yakni peserta dari suatu perssekutuan yang didirikan dengan kekuatan bersama. Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara (sesuai dengan UUD 1945 pasal 26) dimaksud untuk bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara Indonesia.  
Dalam pasal 1 UU No. 22/1958 bahwa warga negara Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau perjanjian-perjanjian dan/atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.
      
      D.      Hak Asasi Manusia (Universal Deflaration of Human Right(1948))
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada diri manusia secara kodrat. Semua umat manusia dilahirkan bebas dan memiliki martabat serta hak-hak yang sama yaitu dikaruniai akal dan hati nurani. Sejumlah hak yang diakui secara universal sebagai HAM yaitu, hak atas hidup,kebebasan dan keamanan, tidak seorangpun boleh diperbudak, atau diperdagangkan, dikenalkan siksaan atau perlakuan tak berkemanusiaan atau merendahkan martabat manusia. Didalam undang-undang juga mengatur tentang HAM yaitu UUD 1945 pasal 28 A – J Tentang HAM.
Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28 B
1)      Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2)      Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28 C
1)      Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
2)      Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
Pasal 28 D
1)      Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2)      Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
3)      Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
4)      Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
Pasal 28 E
1)      Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
2)      Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
3)      Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28 G
1)      Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
2)      Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28 H
1)      Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2)      Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
3)      Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
4)      Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 28 I
1)      Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
2)      Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
3)      Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
4)      Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
5)      Untuk menegakan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.
Pasal 28 J
1)      Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2)      Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

        E.      Demokrasi
1.      Perkembangan Demokrasi di dunia
ü  Demokrasi Pada zaman Yunani
Pada mulanya system demokrasi berada pada zaman Yunani kuno pada abad ke 6 sampai dengan pada abad ke 3 SM, bangsa Yunani pada saat itu menganut demokrasi langsung yaitu dimana keputusan-keputusan-keputusan politik dibuat berdasarkan keputusan mayoritas dari warga Yunani dan dijalankan langsung olem seluruh warga Negara. Pada masa itu demokrasi yang diterapkan secara langsung bias berjalan dengan baik hal itu karena wilayah dan jumlah penduduknya masih terbilang kecil, hanya saja di Yunani demokrasi hanya berlaku untuk warga Negara saja sedangkan untuk  budak belian dan pedagang asing tidak berlaku.
ü  Lahirnya Magana Carta (Piagam Besar 1215)
Pada perkembangan demokrasi abad pertengahan telah menghasilkan magna carta, yang merupakan semacam kontrak antara beberapa bangsawan dan raja Johan dari inggris dimana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan previlagees dari bawahannya sebagai  imbalan untuk menyerahkan dana untuk keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana yang feodal dan tidak berlaku pada rakyat jelata namun dianggap  sebagai tonggak perkembangan gagasan demokrasi.
ü  Lahirnya Revolusi prancis dan revolusi Amerika pada akhir abad ke 18
Pada akrir abad ke 18 beberapa pemikiran dapat menghasilakn revolusi prancils dan amerika,  pemikiran tersebut antaralain bahwa manusia  mempunyai hak politik yang tidak boleh diselewengkan oleh raja dan menyebabkan dilontarkan kecaman terhadap raja, yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan tidak terbatas. Pendobrakan terhadap kedudukan raja yang absolut didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang dikenal dengan social contract(kontrak sosial). Menurut Jhon Locke hak-hak politik mencangkup hak atas hidup, atau kebebasan dan hak untuk milik, Montesqeu mencoba menyusun suatu system yang dapat menjamin hak-hak politik, yang kemudian dikenal dengan trias politica.
ü  Demokrasi Konstitusional pada Abad ke 19 dan 20
Akibat dari keingina menyelenggarakan hak-hak politik secara efektif timbullah gagasan bahwa cara yang terbaik untuk membatasi kekusaan pemerintah ialah dengan suatu konstitusi. Undang-undang menjamin hak-hak politik dan menyelenggarakan pembagian kekusaan Negara dengan sedemikian rupa, sehingga kekusaan eksekutif di imbangi dengan kekusaan parlemen dan lembaga hukum. Gagasan ini dinamakan onstitusionalisme (constitusionalism), sedangkan Negara yang menganut gagasan ini disebut constitutional state.
Dalam abad ke 19 dan permulaan abad ke 20 gagasan mengenai perlunya pembatasan mendapatkan perumusan yang yuridis, ahli hukum Eropa Barat yaitu Immanuel Kant memakai istilah Rechtsstaat sedangkan menurut A.V. Dicey memakai istilah Rule of Law. Dalam abad ke 20 gagasan bahwa pemerintah dilarang campur tangan dalam urusa warga Negara baik dibidang social maupun ekonomi lambat laun berubah menjadi gagasan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat dan oleh karenanya harus aktif menatur kehidupan ekonomi dan social.
Sesudah perang Dunia II International Commission Of Jurists tahun 1965 sangat memperluas konsep mengenai Rule Of Law, bahwa disamping hak-hak politik juga hak-hak social dan ekonomi harus diakui dan dipelihara, dalam arti bahwa standar dasar social ekonomi. International Commission Of Jurists dalam konfrensinya di Bangkok perumusan yang paling umum mengenai system politik yang demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat suatu keputusann-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada  mereka melalui suatu prose pemilihan yang bebas. Ini dinamakan “demokrasi berdasarkan perwakilan”.

2.       Perkembangan Demokrasi di Indonesia
ü  Periode Berlakunya Demokrasi Liberal (1945-1959)
Pada masa ini, awal mulanya diterapkan demokrasi dengan system kabinet presidensial yaitu para menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden, sehingga yang berhak memberhentikannya adalah presiden. Namun setelah dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No. X yang menyatakan BP KNIP menjadi sebuah lembaga yang berwenang sebagaimana lembaga negara, kemudian diperkuat dengan Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 yang menyatakan diperbolehkannya pembentukan multipartai, serta Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang menegaskan tanggung jawab adalah dalam tangan menteri. Lahirlah sistem pemerintahan parlementer yang pada prinsipnya menegaskan pertanggung jawaban menteri-menteri kepada parlemen. Pemberlakuan UUDS 1950 menegaskan berlakunya sistem parlementer dengan multipartai. Namun perkembangan partai-partai tidak dapat berlangsung lama karena koalisi yang dibangun sangat rapuh dan gampang pecah, sehingga mengakibatkan tidak stabilnya pemerintahan pada saat itu.
ü  Periode Berlakunya Demokrasi Terpimpin (1959—1965)
Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali, dan berakhirnya pelaksanaan demokrasi liberal. Kemacetan politik yang terjadi pada masa itu dapat diselesaikandengan menggunakan demokrasi terpimpin, di mana dominasi kepemimpinan yang kuat akan dapat mengendalikan kekuatan politik yang ada pada saat itu. Keadaan pada masa demokrasi terpimpin diwarnai oleh tank menarik tiga kekuatan politik yang paling utama, yaitu Soekarno, Angkatan Darat dan PKI. Soekarno membutuhkan PKI untuk menandingi kekuatan.
ü  Periode Berlakunya Demokrasi Pancasila (1965—1998)
Gerakan pembrontakan yang dilakukan oleh PKI merupakan puncak penyimpangan yang terjadi pada masa berlakunya demokrasi pepimpin. Tetapi hal ini menjadi titik tolak bagi pengemban Surat Perintah 11 Maret, yaitu Soeharto untuk menuju puncak kepemimpinan nasional dengan dikeluarkannya ketetapan MPRS No.XXXIII/MPRS/1967 tanggal 12 Maret 1967 tentang Pengangkatan Soeharto menjadi Presiden Negara Republik Indonesia.
Pada masa orde baru berlaku sistem demokrasi pancasila. Dikatakan demokrasi pancasila karena sistem demokrasi yang diterapkan didasarkan pada Pancasila, yang intinya adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakiln yang dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan menjiwai sila kelima. Pengertian demokrasi pancasila tersebut sesuai dengan Tap MPRS No. XXVII/MPRS/1968 tentang Pedoman Pelaksanaan Demokrasi Pancasila, di mana dalam ketetapan tersebut disebutkan istilah Demokrasi Pancasiia adalah sama dengan sila keempat dari Pancasila.
ü  Periode Berlakunya Demokrasi dalam Era Reformasi (1998-Sekarang)
Runtuhnya Orde Baru ditandai dengan adanya krisis kepercayaan yang direspon oleh kelompok penekan (pressure group) dengan mengadakan berbagai macam demonstrasi yang dipelopori oleh mahasiswa, pelajar, LSM, politisi, maupun masyarakat.
Runtuhnya kekuasaan rezim orde baru telah memberikan harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Masa peralihan demokrasi ini merupakan masa yang sangat rumit dan kritis karena pada masa ini akan ditentukan kearah mana demokrasi akan dibangun. Keberhasilan dan kegagalan suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat faktor, yaitu:
1.       komposisi elite polit
2.       desain institusi politik
3.       kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite politik
4.       peran masyarakat madani.