Sistem Politik di Indonesia
Indonesia memiliki sistem politik demokrasi, tetapi yang diterapkan tidak seperti negara lain yang menggunakan sistem demokrasi, melainkan demokrasi yang sesuai dengan bangsa Indonesia, yaitu Demokrasi Pancasila. Menurut Dardji Darmadiharjo, Demokrasi Pancasila merupakan paham demokrasi yang bersumber pada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang perwujudannya tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
a. Perkembangan sistem politik di Indonesia
Sistem politik demokrasi di Indonesia mengalami pasang runtuh sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sistem politik Indonesia telah mengalami perubahan-perubahan, baik sebelum amendemen UUD 1945 maupun sesudah adanya amendemen UUD 1945. Sejak merdeka, perkembangan politik di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Sistem politik Indonesia sebelum Amendemen UUD 1945
Perkembangan politik dan sistem politik suatu negara dapat disimpulkan, salah satunya, dari perkembangan partai-partai politiknya. Perkembangan partai politik di Indonesia dimulai sejak zaman Belanda. Ini menjadi manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Pola kepartaian pada masa itu menunjukkan keanekaragaman, ada yang bertujuan sosial (Budi Utomo dan Muhammadiyah), ada yang menganut asas politik berdasarkan agama, seperti Masyumi, Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Katolik, dan Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan ada juga partai-partai yang mendasarkan diri pada suatu ideologi tertentu, seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berasaskan nasionalisme dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berasaskan komunisme. Di masa penjajahan Jepang, kegiatan partai politik tidak diperbolehkan, kecuali pembentuk partai golongan Islam (Masyumi). Menurut Mohammad Mahfud M.D. dalam bukunya Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi perkembangan politik di Indonesia setelah kemerdekaan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga periode.
a) Periode Demokrasi Liberal (1945–1959)
Masa ini ditandai dengan adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peranan partai-partai politik sangat dominan dalam menentukan arah tujuan negara melalui badan perwakilan. Masa ini berakhir dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Indikator demokrasi liberal di Indonesia pada masa itu sebagai berikut.
(1) Partai-partai politik sangat dominan menentukan arah bagi perjalanan negara melalui badan perwakilan.
(2) Eksekutif berada pada posisi yang lemah karena sering jatuh bangun akibat adanya mosi partai.
(3) Adanya kebebasan pers yang relatif cukup baik, bahkan pada periode ini peraturan sensor dan pembredelan yang diberlakukan sejak zaman Belanda dicabut.
b) Periode Demokrasi Terpimpin (1959–1966)
Masa ini ditandai dengan adanya persaingan (rivalitas) tiga kutub, yaitu antara Soekarno (Presiden RI) yang didukung oleh partai-partai berhaluan nasionalis, PKI yang didukung oleh partai-partai berhaluan sosialis, dan pihak militer yang dimotori oleh TNI AD. Saat itu, partai politik memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah sehingga kurang menunjukkan aset yang berarti dalam pencaturan politik di Indonesia. Puncak periode ini adalah terjadinya Pemberontakan G-30-S/PKI tanggal 30 September 1965. Indikator Demokrasi Terpimpin saat itu adalah
(1) partai-partai politik sangat lemah, kekuatan politik ditandai dengan adanya tarik tambang antara Presiden, Angkatan Darat, dan PKI;
(2) kedudukan (posisi) badan eksekutif yang dipimpin oleh presiden sangat kuat, Presiden merangkap sebagai Ketua DPA yang dalam praktiknya menjadi pembuat dan selektor produk legislatif;
(3) kebebasan pers sangat terkekang, bahkan terjadi suatu tindakan antipers yang jumlahnya sangat spektakuler.
c) Periode Orde Baru (1966–1998)
Inilah masa pemerintahan Soeharto (Presiden RI yang kedua) yang melakukan “pembenahan” dalam sistem politik, antara lain, mengenai jumlah partai politik, yaitu melalui penyederhanaan partai politik (fusi) menjadi tiga, yaitu:
(1) PPP (Partai Persatuan Pembangunan) yang berdasarkan ideologi Islam, merupakan fusi dari partai-partai NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam.
(2) Golkar (Golongan Karya) yang berdasarkan asas kekaryaan dan keadilan sosial.
(3) PDI (Partai Demokrasi Indonesia) yang berdasarkan demokrasi, nasionalisme, dan keadilan, merupakan fusi dari Parkindo, Partai Katolik, PNI, dan Murba.
Dengan demikian, kedudukan partai politik lemah karena adanya kontrol yang ketat dari lembaga eksekutif. Hal ini berdampak pada lembaga perwakilan yang penuh dengan intervensi dari kekuasaan eksekutif. Indikator sistem politik Orde Baru sebagai berikut:
(1) Partai politik lemah karena adanya kontrol yang ketat oleh eksekutif dan lembaga perwakilan penuh dengan intervensi tangan-tangan eksekutif.
(2) Kedudukan eksekutif (pemerintahan Soeharto) sangat kuat, mengintervensi kehidupan partai-partai politik, serta menentukan spektrum politik nasional.
(3) Kebebasan pers terkekang dengan adanya lembaga SIT yang selanjutnya diganti dengan SIUPP.
Terlepas dari pasang surutnya peran partai politik dalam menentukan perkembangan sistem politik Indonesia, Sistem Politik Demokrasi Pancasila yang dikehendaki UUD 1945 sebelum terjadi amendemen sebagai berikut:
a) Bentuk negara adalah kesatuan dan bentuk pemerintahan republik.
b) MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) merupakan lembaga tertinggi negara yang memiliki wewenang dan tugas menjalankan kedaulatan rakyat, menetapkan UUD, memilih Presiden dan Wakil Presiden, dan mengadakan sidang istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Presiden bila Presiden melanggar UUD.
c) DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) merupakan lembaga tinggi negara yang bertugas menetapkan UU, menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan memberikan persetujuan kepada Presiden atas pernyataan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain.
d) Presiden merupakan lembaga tinggi negara yang berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Wewenang dan tugas presiden adalah menetapkan peraturan pemerintah; mensahkan atau menolak untuk mengesahkan RUU yang telah disetujui oleh DPR; mencabut peraturan pemerintah yang tidak disetujui oleh DPR; menyatakan perang dan membuat perdamaian dengan negara lain dengan persetujuan DPR; mengangkat duta dan konsul; memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi; serta mengangkat menteri-menteri.
e) DPA (Dewan Pertimbangan Agung) merupakan lembaga tinggi negara yang memiliki kewajiban untuk memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan memiliki hak untuk mengajukan usul kepada pemerintah. Usul atau nasihat DPA hanya mengikat Presiden secara moral dan tidak secara konstitusional, oleh sebab itu, nasihat atau usul tersebut boleh diperhatikan dan dijalankan ataupun sebaliknya. Karena tidak memiliki hak memaksa, kedudukan DPA lemah.
f) BPK (Badan Pemeriksaan Keuangan) merupakan lembaga tinggi negara yang berperan atau bertugas memeriksa jalannya keuangan negara. BPK merupakan lembaga negara yang memiliki kekuasaan terlepas dari pengaruh pemerintah, namun tidak berarti kedudukan BPK di atas pemerintah.
g) MA (Mahkamah Agung) merupakan lembaga tinggi negara dan memegang kekuasan yudikatif. MA dan badan peradilan di bawahnya memegang kekuasaan kehakiman yang merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
2) Sistem politik Indonesia setelah Amandemen UUD 1945
Sistem politik hasil amandemen UUD 1945 tidak mengenal adanya lembaga tertinggi negara. Semua lembaga berada pada posisi yang sebanding. Selain itu, ada lembaga negara yang dihapuskan, yaitu DPA (Dewan Pertimbangan Agung), dan ada pula beberapa lembaga negara yang baru, yaitu DPD (Dewan Perwakilan Daerah), MK (Mahkamah Konstitusi), dan KY (Komisi Yudisial). Sistem politik setelah Amendemen UUD 1945 sebagai berikut:
a) Bentuk negara adalah kesatuan dan bentuk pemerintah adalah republik yang terdiri dari 33 provinsi dengan asas desentralisasi sehingga terdapat pemerintahan daerah dan pemerintahan pusat.
b) Parlemen terdiri dari dua kamar (sistem bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Anggota DPR dipilih oleh rakyat melalui pemilu dan merupakan perwakilandari rakyat, sedangkan anggota DPD adalah perwakilan provinsi yang anggotanya dipilih oleh rakyat di daerah yang bersangkutan melalui pemilu. Masa jabatannya adalah lima tahun. DPR memiliki kekuasaan membuat undang-undang, menetapkan APBN, dan mengawasi jalannya pemerintahan.
c) Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga negara yang berwenang melantik Presiden dan Wakil Presiden, memberhentikan presiden dan wakil presiden, serta mengubah dan menetapkan UUD. Anggota MPR adalah anggota DPR dan anggota DPD yang memiliki masa jabatan lima tahun.
d) Eksekutif dipegang dan dijalankan oleh Presiden yang berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu untuk masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama. Presiden sebagai kepala pemerintahan membentuk kabinet yang terdiri dari menteri-menteri. Menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen.
e) Kekuasaan yudikatif dipegang dan dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya bersama Mahkamah Konstitusi. Adapun Komisi Yudisial berwenang memberikan usulan mengenai pengangkatan Hakim Agung.
f) Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR dan DPD, juga memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam satu paket.
g) Sistem kepartaian adalah multipartai. Jumlah partai yang mengikuti Pemilu pada tahun 2004 adalah 24 partai dan pada tahun 2009 adalah 34 partai politik.
h) BPK merupakan badan yang memiliki kekuasaan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Hasil pemeriksaan diserahkan kepada DPR. Anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dipilih oleh DPR dengan memerhatikan pertimbangan dari DPD dan selanjutnya diresmikan oleh Presiden.
i) Pada pemerintahan daerah, yaitu provinsi dan kabupaten/kota dibentuk pula badan/lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
(1) Kekuasaan legislatif dijalankan oleh DPRD Provinsi di wilayah provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di wilayah kabupaten/kota. Anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilu.
(2) Kekuasaan eksekutif pada provinsi dipegang oleh gubernur, sedang pada daerah kabupaten/kota dipegang oleh bupati/wali kota yang semuanya dipilih langsung oleh rakyat di daerah masing-masing melalui Pemilu.
(3) Kekuasaan yudikatif pada provinsi dijalankan oleh pengadilan tinggi dan untuk kabupaten/kota dijalankan oleh pengadilan negeri. Adapun perkembangan partai politik yang mengikuti perubahan sistem politik pada masa ini ditandai dengan adanya gerakan reformasi sehingga disebut Era Reformasi. Era ini berawal pada tahun 1998, yaitu masa setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru. Reformasi membawa perubahan dalam sistem politik, dengan demikian juga terdapat perubahan dalam kedudukan partai politik. Partai politik diberi kesempatan untuk hidup kembali serta mengikuti pemilu yang pertama setelah masa orde baru, yaitu pada tahun 1999 dengan diikuti oleh banyak partai politik.
b. Sistem politik Demokrasi Pancasila
Indonesia menganut sistem Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang bersumber dari kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia. Demokrasi Pancasila menghendaki suatu sistem pemerintahan yang berdasarkan pada kedaulatan rakyat, artinya bahwa sistem pemerintahan menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di dalam negara. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang tidak langsung, artinya bahwa meski kedaulatan ada di tangan rakyat, rakyat tidak langsung memerintah, melainkan melalui para wakilnya yang dipilih oleh rakyat sendiri melalui suatu pemilu untuk duduk di lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Demokrasi Pancasila memiliki ciri khas adanya keseimbangan antara kebebasan dan kebersamaan semua warganya yang tercermin dalam sila-sila sebagai berikut:
1) Sila pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila ini menghendaki adanya kebebasan setiap orang untuk memeluk agama merupakan suatu hak individual (hak asasi manusia) untuk bebas sesuai dengan keinginannya. Ini adalah esensi dari sistem demokrasi.
2) Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila ini menghendaki adanya suatu penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia. Hal ini sesuai dengan ajaran demokrasi.
3) Sila ketiga: Persatuan Indonesia
Sila ini menghendaki adanya suatu pengakuan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada di dalam masyarakat Indonesia untuk saling bekerja sama sehingga akan tercipta suatu masyarakat yang aman dan tertib. Ini pun sesuai dengan ajaran demokrasi, yaitu adanya keamanan dan ketertiban.
4) Sila keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan Sila ini menghendaki adanya kedaulatan di tangan rakyat yang dijalankan melalui suatu sistem perwakilan dengan mekanisme permusyawaratan dan perwakilan. Setiap pengambilan suatu keputusan harus diupayakan melalui musyawarah untuk mufakat. Hal inilah yang menjadi suatu landasan mekanisme dari Demokrasi Pancasila.
5) Sila kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila ini menghendaki adanya tujuan untuk mewujudkan suatu keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan ajaran demokrasi, di mana Demokrasi Pancasila merupakan cita-cita demokrasi Indonesia.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip demokrasi yang berdasarkan Pancasila adalah prinsip-prinsip demokrasi yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa, hak asasi manusia, kedaulatan rakyat, kecerdasan rakyat, pemisahan kekuasaan negara, otonomi daerah, supremasi hukum (rule of law), peradilan yang bebas, kesejahteraan rakyat, dan keadilan sosial. Adapun prinsip-prinsip dasar pelaksanaannya sebagai berikut.
1) Bentuk negara Indonesia yang sesuai dengan Demokrasi Pancasila adalah negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik.
2) Kedaulatan rakyat ada di tangan rakyat, artinya pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Dalam hal ini, kehendak atau keinginan rakyat merupakan dasar bagi pemerintahan demokrasi.
3) Pemerintah berdasarkan konstitusi, artinya pemerintah menjalankan kekuasaannya berdasarkan UUD 1945 sehingga memiliki kekuasaan yang terbatas dan bertanggung jawab.
4) Negara berdasarkan hukum dan hukum yang ada di Indonesia harus sesuai dengan Pancasila. Segala aktivitas atau kegiatan dalam negara harus berdasarkan hukum sehingga tidak terjadi suatu bentuk kesewenangan maupun penindasan.
5) Sistem perwakilan, artinya bahwa rakyat tidak langsung memerintah negara, melainkan melalui para wakilnya yang duduk di lembaga perwakilan.
6) Sistem presidensial, artinya bahwa presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan atau dengan kata lain, presiden adalah penyelenggara negara tertinggi.
c. Pelaksanaan sistem Demokrasi Pancasila
Pelaksaan demokrasi di Indonesia harus dijiwai dan dilandasi oleh silasila yang terkandung dalam Pancasila. Isi pokok pelaksanaan Demokrasi Pancasila adalah
1) pelaksanaan demokrasi harus berdasarkan Pancasila yang termuat dalam UUD 1945,
2) pelaksanaan Demokrasi Pancasila harus menghargai dan melindungi hakhak asasi manusia,
3) pelaksanaan sistem ketatanegaraan harus berdasarkan atas institusional yang sesuai dengan UUD 1945, dan
4) pelaksanaan demokrasi harus berdasarkan atas hukum.
Demokrasi Pancasila meliputi berbagai hal yang ada dalam kehidupan bangsa Indonesia. Selain sistem politik, ada juga sistem sosial dan ekonomi yang didasarkan pada Demokrasi Pancasila. Demokrasi sosial artinya bahwa hubungan antarwarga negara (masyarakat) harus berlandaskan pada penghormatan terhadap kemerdekaan, solidaritas, dan persamaan kedudukan. Hubungan tersebut harus berdasarkan pada nilai-nilai dalam Pancasila. Adapun demokrasi ekonomi artinya suatu sistem pengelolaan perekonomian yang berlandaskan pada demokrasi. Dalam hal ini, pengelolaan perekonomian harus pula berdasarkan nilai-nilai dalam Pancasila sehingga terwujud suatu keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Demokrasi Pancasila menekankan adanya musyawarah untuk mencapai mufakat. Ini merupakan suatu mekanisme demokrasi menurut sila keempat. Dalam musyawarah mufakat, yang terpenting adalah mengenai isi dari berbagai pendapat dan berlangsungnya musyawarah tersebut. Cara voting tidak dikehendaki, meskipun tidak serta merta ditolak. Sistem Demokrasi Pancasila lebih mementingkan jalannya (prosesnya) melalui musyawarah mufakat yang selanjutnya dapat dilakukan dengan cara voting dengan syarat bila musyawarah mufakat tersebut tidak berhasil mencapai suatu keputusan bersama. Pemahaman mengenai tata cara bermusyawarah menurut Demokrasi Pancasila, yaitu
1) mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat;
2) mengutamakan musyawarah dalam mengambil suatu keputusan untuk kepentingan bersama;
3) mengutamakan semangat kekeluargaan di dalam musyawarah mufakat;
4) tidak memaksakan suatu kehendak, baik pribadi maupun golongan, kepada orang lain;
5) mengutamakan itikad baik dan tanggung jawab untuk dapat menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah;
6) pengambilan hasil keputusan bersama harus secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia;
7) musyawarah harus dilakukan dengan akal sehat dan hati nurani yang luhur.
Cara pelaksanaan pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mufakat ini diatur dalam ketetapan-ketetapan MPR berikut:
1) TAP MPR No. 1/MPR/1993 Pasal 87 dan 92 jo TAP MPR NO. II/MPR/1990 Pasal 79 menjelaskan bahwa pengambilan suatu keputusan sejauh mungkin diusahakan melalui musyawarah untuk mufakat. Apabila hal ini tidak berhasil, maka dapat ditempuh dengan jalan suara terbanyak.
2) TAP MPR No. II/MPR/1999 Pasal 93 menjelaskan bahwa syarat sahnya putusan berdasarkan musyawarah, yaitu apabila diambil dalam suatu rapat yang daftar hadirnya telah ditandatangani lebih dari separuh jumlah anggota rapat yang mencerminkan setiap fraksi.
3) TAP MPR No. II/MPR/1999 Pasal 85 menjelaskan bahwa syarat-syarat sahnya pengambilan putusan berdasarkan suara terbanyak adalah
a) Apabila cara musyawarah untuk mufakat telah dilakukan secara maksimal, namun tidak mendapatkan suatu keputusan bersama.
b) Adanya suatu perbedaan pendapat dan pendirian yang mendasar sehingga tidak mungkin dipertemukan lagi.
c) Adanya suatu kondisi dan keadaan yang mendesak sehingga harus secepatnya diambil suatu keputusan.
d) Sebelum dilakukan voting, terlebih dahulu diadakan evaluasi untuk mempelajari pendapat-pendapat yang berbeda-beda.
e) Pengambilan voting ini sah apabila diambil dalam suatu rapat yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota rapat dan disetujui oleh lebih dari separuh jumlah anggota yang hadir memenuhi quorum.
d. Perbedaan sistem politik demokrasi liberal dengan sistem politik
Demokrasi Pancasila
Meskipun sama-sama menggunakan sistem demokrasi, terdapat perbedaan-perbedaan mendasar antara sistem politik demokrasi liberal dengan sistem politik Demokrasi Pancasila. Penyebabnya adalah adanya perbedaan pandangan hidup (falsafah) dari negara-negara yang mempraktikkannya. Sistem politik demokrasi liberal menggunakan falsafah liberalisme, sedangkan pada sistem politik Demokrasi Pancasila menggunakan falsafah Pancasila. Perbedaan-perbedaan tersebut, antara lain, sebagai berikut:
1) Demokrasi liberal
2) Negara dalam demokrasi liberal
Demokrasi Pancasila adalah sistem demokrasi yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia karena pada dasarnya, Pancasila merupakan nilai nilai kehidupan yang telah ada sebelum negara ini diproklamasikan. Salah satunya adalah musyawarah untuk mufakat yang menjadi dasar bagi sistem politik di Indonesia.
Otonomi Daerah
Pengertian
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002:61) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Sesuai dengan penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, bahwa pemberian kewenangan otonomi daerah dan kabupaten / kota didasarkan kepada desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
a. Kewenangan Otonomi Luas
b. Otonomi Nyata
c. Otonomi Yang Bertanggung Jawab
Berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 7, 8, 9 tentang Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah yaitu :
Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu
Tugas perbantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
Kelebihan dari Otonomi Daerah, yaitu :
- Otonomi daerah dapat memberikan kesempatan yang sangat besar kepada daerah untuk berkembang sesuai potensi yang dimilikinya dengan segala SDA dan SDM nya.
- Pengelolaan SDA yang ada akan lebih maksimal, mengingat daerah lebih tau dan mengenal potensinya, sehingga bisa mengelola dengan maksimal untuk kesejahteraan masyarakatnya.
- Terciptanya pelayanan terhadap masyarakat lebih baik, karena pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya begitu juga sebaliknya.
- Masalah yang muncul di daerah dapat di tangani dengan cepat, karena tidak perlu menunggu perintah atau keputusan dari pusat. Tindakan yang diambil terhadap masalah lebih cepat.
- Peran pemerintah daerah sangat besar dan AKtif bekerja sama dengan masyarakatnya untuk mengembangkan daerahnya ke arah yang lebih baik tentunya.
Kekurangan Otonomi Daerah, yaitu :
- Terlalu besarnya kekuasaan pemerintah daerah dapat memicu munculnya kekuasaan absolut dan kesewenang-wenangan.
- Karena besarnya kekuasaan itu maka cenderung akan disalahgunakan, seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
- Kurangnya pengawasan dari pusat dapat menimbulkan exsploitasi SDA secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan kerusakan SDA yang tak terkontrol dengan baik.
- Sitem penyaluran kebijakan atau dana dari pusat akan menjadi rumit dan rentan terjadi penyelewengan.
- Tidak meratanya pembiayaan dari pusat kepada setiap daerah
- Terjadi kesenjangan antara daerah satu dengan lainnya, karena SDA dan SDM yang dimiliki berbeda, menyebabkan pembangunan lebih besar di suatu daerah dan sementara di daerah lain tertinggal jauh.