Nama Kelompok:
Amalia Tirtarahayu (1B114157)
Dyah Sobita (1B114155)
Syesarealita (1B114156)
Kelas: 5KA52
A. Ilmu pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan
Amalia Tirtarahayu (1B114157)
Dyah Sobita (1B114155)
Syesarealita (1B114156)
Kelas: 5KA52
A. Ilmu pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan
I.
Ilmu Pengetahuan
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam
alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang
pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Definisi menurut para ahli :
1.
The Liang Gie, 1991
Sekumpulan proposisi sistematis yang terkandung dalam
pernyataan-pernyataan yang benar dengan ciri pokok yang bersifat general,
rational, objektif, mampu diuji kebenarannya (verifikasi objektif), dan mampu
menjadi milik umum.
2.
C. Verhaak
Pengetahuan yang diatur secara sistematis dan langkah-
langkah pencapaiannya dipertanggung-jawabkan secara teoritis.
3.
J. Haberer 1972
Suatu hasil aktivitas manusia yang merupakan kumpulan
teori, metode dan praktek dan menjadi pranata dalam masyarakat.
4.
J.D. Bernal 1977
Suatu pranata atau metode yang membentuk keyakinan
mengenai alam semesta dan manusia.
5.
E. Cantote 1977
Suatu hasil
aktivitas manusia yang mempunyai makna dan metode.1977 -1992
6.
Cambridge-Dictionary 1995
Ilmu Pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang
benar, mempunyai objek dan tujuan tertentu dengan sistim, met ode untuk
berkembang serta berlaku universal yang dapat diuji kebenarannya.
b.
Empat Hal Sikap yang Ilmiah
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah
dan obyektif diperlukan sikap yang bersifat ilmiah, yang meliputi empat hal
yaitu :
1. Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih
sehingga menacapi pengetahuan ilmiah yang obeyktif.
2. Selektif, artinya mengadakan pemilihan
terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan
mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
3. Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan
yang tak dapat diubah maupun terhadap indera dam budi yang digunakan untuk
mencapai ilmu.
4. Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori
maupun aksioma terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk
dibuktikan kembali.
II.
Teknologi
a.
Pengertian Teknologi
Teknologi adalah satu ciri yang
mendefinisikan hakikat manusia yaitu bagian dari sejarahnya meliputi
keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut Djoyohadikusumo (1994, 222) berkaitan
erat dengan sains (science) dan perekayasaan (engineering). Dengan kata lain,
teknologi mengandung dua dimensi, yaitu science dan engineering yang saling
berkaitan satu sama lainnya. Sains mengacu pada pemahaman kita tentang dunia
nyata sekitar kita, artinya mengenai ciri-ciri dasar pada dimensi ruang,
tentang materi dan energi dalam interaksinya satu terhadap lainnya.
Definisi mengenai sains menurut Sardar adalah
sarana pemecahan masalah mendasar dari setiap peradaban. Tanpa sains, lanjut
Sardar suatu peradaban tidak dapat mempertahankan struktur-struktur politik dan
sosialnya atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat dan budayanya. Sebagai
perwujudan eksternal suatu epistemologi, sains membentuk lingkungan fisik,
intelektual dan budaya serta memajukan cara produksi ekonomis yang dipilih oleh
suatu peradaban. Pendeknya, sains, jelas Sardar adalah sarana yang pada
akhirnya mencetak suatu peradaban, dia merupakan ungkapan fisik dari pandangan
dunianya. Sedangkan rekayasa, menurut Djoyohadikusumo menyangkut hal
pengetahuan objektif (tentang ruang, materi, energi) yang diterapkan di bidang
perancangan (termasuk mengenai peralatan teknisnya). Dengan kata lain,
teknologi mencakup teknik dan peralatan untuk menyelenggarakan rancangan yang
didasarkan atas hasil sains.
Seringkali diadakan pemisahan, bahkan
pertentangan antara sains dan penelitian ilmiah yang bersifat mendasar (basic
science and fundamental) di satu pihak dan di pihak lain sains terapan dan penelitian
terapan (applied science and applied research). Namun, satu sama lain
sebenarnya harus dilihat sebagai dua jalur yang bersifat komplementer yang
saling melengkapi, bahkan sebagai bejana berhubungan; dapat dibedakan, akan
tetapi tidak boleh dipisahkan satu dari yang lainnya (Djoyohadikusumo).
Makna Teknologi, menurut Capra seperti makna
‘sains’, telah mengalami perubahan sepanjang sejarah. Teknologi, berasal dari
literatur Yunani, yaitu technologia, yang diperoleh dari asal kata techne,
bermakna wacana seni. Ketika istilah itu pertama kali digunakan dalam bahasa
Inggris di abad ketujuh belas, maknanya adalah pembahasan sistematis atas ‘seni
terapan’ atau pertukangan, dan berangsur-angsur artinya merujuk pada
pertukangan itu sendiri. Pada abad ke-20, maknanya diperluas untuk mencakup
tidak hanya alat-alat dan mesin-mesin, tetapi juga metode dan teknik
non-material. Yang berarti suatu aplikasi sistematis pada teknik maupun metode.
Sekarang sebagian besar definisi teknologi, lanjut Capra menekankan hubungannya
dengan sains. Ahli sosiologi Manuel Castells seperti dikutip Capra
mendefinisikan teknologi sebagai ‘kumpulan alat, aturan dan prosedur yang
merupakan penerapan pengetahuan ilmiah terhadap suatu pekerjaan tertentu dalam
cara yang memungkinkan pengulangan.
Akan tetapi, dijelaskan oleh Capra teknologi
jauh lebih tua daripada sains. Asal-usulnya pada pembuatan alat berada jauh di
awal spesies manusia, yaitu ketika bahasa, kesadaran reflektif dan kemampuan
membuat alat berevolusi bersamaan. Sesuai dengannya, spesies manusia pertama
diberi nama Homo habilis (manusia terampil) untuk menunjukkan kemampuannya
membuat alat-alat canggih.
Dari perspektif sejarah, seperti digambarkan
oleh Toynbee (2004, 35) teknologi merupakan salah satu ciri khusus kemuliaan
manusia bahwa dirinya tidak hidup dengan makanan semata. Teknologi merupakan
cahaya yang menerangi sebagian sisi non material kehidupan manusia. Teknologi,
lanjut Toynbee (2004, 34) merupakan syarat yang memungkinkan
konstituen-konstituen non material kehidupan manusia, yaitu perasaan dan
pikiran , institusi, ide dan idealnya. Teknologi adalah sebuah manifestasi
langsung dari bukti kecerdasan manusia.
b.
Ciri-ciri Fenomena Teknik Pada Masyarakat
Fenomena teknik paa masyarakat ikini, menurut Sastrapratedja
(1980) memiliki ciri-ciri sebagia berikut :
Rasionalistas, artinya tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi
tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.
Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak
alamiah.
Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan
dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga dengan teknik mampu
mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi kegiatan teknis.
Teknik berkembang pada suatu kebudayaan.
Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan
saling bergantung.
Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan
ediologi, bahkan dapat menguasai kebudayaan.
Otonomi artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
c.
Ciri-ciri Teknologi Barat
Ciri – ciri teknologi barat adalah sebagai
berikut :
1.
Bersifat Intensif pada semua kegiatan
manusia.
2.
Cenderung bergantung pada sifat
ketergantungan.
3.
Selalu berpikir bahwa barat adalah
pusat dari segala teknologi.
III.
Ilmu Pengetahuan Teknologi Dan Nilai
a.
Definisi Ilmu Pengetahuan teknologi dan nilai
Definisi ilmu pengetahuan
menurut Para Ahli :
·
Helmy A. Kotto bahwa ilmu
pengetahuan adalah suatu proses pembentukan (konstruksi) pengetahuan yang terus
menerus sampai dapat menjelaskan fenomena dan keberadaan alam itu sendiri.
·
Dadang Ahmad S., merumuskan
bahwa pengertian ilmu pengetahuan adalah suatu proses pembentukan (konstruksi)
pengetahuan yang terus menerus hingga dapat menjelaskan fenomena dan keberadaan
alam itu sendiri.
·
Mappadjantji Amien, merumuskan
bahwa ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang berawal dari pengetahuan, bersumber
dari wahyu, hati dan semesta yang memiliki paradigma, objek pengamatan, metode,
dan media komunikasi membentuk sains baru dengan tujuan untuk memahami semesta
untuk memanfaatkannya dan menemukenali diri untuk menggali potensi fitrawi guna
mengenal Allah.
·
Syahruddin Kasim, menyatakan bahwa
"ilmu pengetahuan" adalah pancaran hasil metabolisme ragawi sebagai
hidayah Sang Pencipta yang berasal dari proses interaksi fenomena fitrawi
melalui dimensi hati, akal, nafsu yang rasional, empirik dan hakiki dalam
menjelaskan hasanah alam semesta demi untuk menyempurnakan tanggung jawab
kekhalifaan.
Jadi” Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia . Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara
sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu
tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha
berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan
adalah produk dari istemologepi.
Definisi Teknologi
Teknologi adalah keseluruhan sarana untuk menyediakan
barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan
hidup manusia.
Penggunaan teknologi oleh manusia diawali dengan pengubahan sumber
daya alam menjadi alat-alat sederhana. Penemuan prasejarah tentang
kemampuan mengendalikan api telah menaikkan ketersediaan
sumber-sumber pangan, sedangkan penciptaan roda telah membantu
manusia dalam beperjalanan dan mengendalikan lingkungan mereka. Perkembangan
teknologi terbaru, termasuk di antaranya mesin cetak,telepon,
dan Internet, telah memperkecil hambatan fisik
terhadap komunikasi dan memungkinkan manusia untuk berinteraksi
secara bebas dalam skala global. Tetapi, tidak semua teknologi digunakan untuk
tujuan damai; pengembangan senjata penghancur yang semakin hebat
telah berlangsung sepanjang sejarah,
dari pentungan sampai senjata nuklir.
Teknologi telah
memengaruhi masyarakat dan sekelilingnya dalam banyak cara. Di banyak
kelompok masyarakat, teknologi telah membantu memperbaiki ekonomi (termasuk ekonomi
global masa kini) dan telah memungkinkan bertambahnya kaumsenggang.
Banyak proses teknologi menghasilkan produk sampingan yang tidak dikehendaki,
yang disebut pencemar, dan menguras sumber daya alam, merugikan dan
merusak Bumi dan lingkungannya. Berbagai macam penerapan
teknologi telah memengaruhi nilai suatu masyarakat dan teknologi baru
seringkali mencuatkan pertanyaan-pertanyaan etika baru. Sebagai contoh,
meluasnya gagasan tentang efisiensidalam konteks produktivitas manusia,
suatu istilah yang pada awalnynya hanya menyangku permesinan, contoh lainnya
adalah tantangan norma-norma tradisional bahwa keadaan ini membahayakan
lingkungan dan mengucilkan manusia; penyokong paham-paham
sepertitranshumanisme dan tekno-progresivisme memandang proses
teknologi yang berkelanjutan sebagai hal yang menguntungkan bagi masyarakat dan
kondisi manusia. Tentu saja, paling sedikit hingga saat ini, diyakini bahwa
pengembangan teknologi hanya terbatas bagi umat manusia, tetapi kajian-kajian
ilmiah terbaru mengisyaratkan bahwaprimata lainnya dan
komunitas lumba-lumba tertentu telah mengembangkan alat-alat
sederhana dan belajar untuk mewariskan pengetahuan mereka kepada keturunan
mereka.
Definisi Nilai
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas,
dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga
atau berguna bagi kehidupan manusia.
Adanya dua macam nilai tersebut sejalan
dengan penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka. Perumusan pancasila
sebagai dalam pembukaan UUD 1945. Alinea 4 dinyatakan sebagai nilai dasar dan
penjabarannya sebagai nilai instrumental. Nilai dasar tidak berubah dan tidak
boleh diubah lagi. Betapapun pentingnya nilai dasar yang tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional. Artinya kita belum dapat
menjabarkannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan UUD 1945
sendiri menunjuk adanya undang-undang sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis
itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu memerlukan
penjabaran lebih lanjut. Penjabaran itu sebagai arahan untuk kehidupan nyata.
Penjabaran itu kemudian dinamakan Nilai Instrumental.
Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada
nilai-nilai dasar yang dijabarkannya Penjabaran itu bisa dilakukan secara
kreatif dan dinamis dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang
sama dan dalam batas-batasyang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran
itu jelas tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya.
b.
Fungsi Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Nilai dalam Masyarakat
Setelah membahas tentang pengertian ilmu pengetahuan secara umum,
kemudian dijelaskan tentang 3 fungsi ilmu pengetahuan yang utama yaitu:
1.
Ilmu pengetahuan itu menjelaskan
(explaining, Describing)
Fungsi ilmu pengetahuan dalam menjelaskan memiliki 4 bentuk yaitu
a.
Deduktif, yaitu ilmu harus dapat
menjelaskan sesuatu berdasarkan premis pangkal ilir yang telah ditetapkan
sebelumnya
b.
Probabilistik, Ilmu pengetahuan dapat
menjelaskan berdasarkan pola pikir induktif dari sejumlah kasus yang jelas,
sehingga hanya dapat memberi kepastian (tidak mutlak) yang bersifat kemungkinan
besar atau hampir pasti.
c.
Fungsional, ilmu pengetahuan dapat
menjelaskan letak suatu komponen dalam suatu sistem secara menyeluruh
d.
Genetik, ilmu pengetahuan dapat
menjelaskan suatu faktor berdasarkan gejala-gejala yang sudah sering terjadi
sebelumnya.
2.
Meramalkan (prediction)
Ilmu pengetahuan harus dapat menjelaskan faktor sebab akibat suatu
peristiwa atau kejadian, misalnya yang terjadi jika harga naik.
3.
Mengendalikan (controlling)
Fungsi Ilmu pengetahuan dalam mengendalikan harus dapat
mengendalikan gejala alam berdasarkan suatu teori misalnya bagaimana
mengendalikan kurs rupiah dan harga.
Setelah dijelaskan tentang pengertian ilmu pengetahuan menurut
beberapa ahli dalam berbagai bidang, dan fungsi ilmu pengetahuan, selanjutnya
akan dituliskan tentang syarat-syarat ilmu pengetahuan:
1.
Logis atau masuk akal
Sesuai dengan kaidah ilmu pengetahuan
yang diakui kebenarannya
2.
Objektif
Harus sesuai dengan objek yang dikaji
dan didukung oleh fakta empiris
3.
Metodik
Pengetahuan diperoleh dengan cara
cara tertentu yang teratur, dirancang, diamati dan terkontrol
4.
Sistematik, berarti bahwa pengetahuan
tersebut disusun dalam satu sistem yang satu dengan lainnya saling berkaitan
dan saling menjelaskan sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.
5.
Berlaku umum atau universal,
pengetahuan berlaku untuk siapa saja dan dimana saja atau disebut universal,
yaitu dengan tata cara dan variabel eksperimentasi yang lama, akan diperoleh
hasil yang sama atau konsisten.
6.
Kumulatif berkembang dan tentative, Khasanah
ilmu pengetahuan selalu bertambah dengan hadirnya ilmu pengetahuan baru. Ilmu
pengetahuan yang terbukti salah harus diganti dengan pengetahuan yang benar
(sifatnya tentatif).
Fungsi asal ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan pelayan bagi
manusia dalam rangka mempermudah permasalahan kemanusiaan itu sendiri. Dan ini
tidak berarti bahwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi lantas dengan serta
merta orang dapat kaya, atau sebaliknya tanpa ilmu pengetahuan dan teknologi
seseorang berada dalam kemiskinan.
Sebagai pelayan manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi bertugas
mengemban amanah untuk dapat menyelesaikan, atau minimal memperkecil masalah
kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan, serta memberikan berbagai kemudahan.
Fakta yang terjadi adalah tugas ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini belum
memberikan hasil maksimal.
Manusia adalah
satu-satunya makhluk yang Allah karuniakan akal sebagai alat untuk berfikir.
Dengan akal manusia mampu menyerap ilmu pengetahuan dan menciptakan teknologi,
serta manghasilkan karya seni, sehingga dapat menciptakan peradaban di muka
bumi. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui
tangkapan pancaindra intuisi dan firasat. Jadi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
serta Seni dalam islam sangat mempengaruhi bagi kemajuan agama islam. Serta
dengan keiman dan ketakwaan terhadap Allah SWT, manusia diberikan
derajat yang lebih tinggi dan manusia juga memiliki tanggung jawab terhadap
Allah yaitu beribadah kepada Allah dan menjaga keindahan dan keaslian alam.
IV.
Kemiskinan
a.
Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan lazim dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memenuhi kebutuhanhidup yang pokok.Garis kemiskinan, yang menentukan batas
minimum pendapatan yang diperlukan untukmemenuhi kebutuhan pokok, bisa
dipengaruhi oleh 3 (tiga) hal, yaitu:
1)
Persepsi manusia terhadap kebutuhan
pokok yang diperlukan.
2)
Posisi manusia dalam lingkungan
sekitar.
3)
Kebutuhan objektif manusia untuk bisa
hidup secara manusiawi
Kemiskinan menurut orang lapangan (umum) dapat dikategorikan
kedalam 3 (tiga) unsur, yaitu:
a.
Kemiskinan yang
disebabkanhandicapbadaniah ataupun mental seseorang;
b.
Kemiskinan yang disebabkan oleh
bencana alam, dan;
c.
Kemiskinan buatan (buatan manusia
terhadap manusia pula yang disebut kemiskinan struktural : struktur ekonomi,
politik, sosial, maupun kultur).
Bisa kita simpulkan,bahwa kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan,pakaian,tempat
berlindung,dan air minum,hal ini berhubungan eratdengan kualitas
hidup.Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan kehormatan yang layak
sebagai warga Negara.Kemiskinan merupakan masalah global.
b.
Ciri-Ciri Manusia yang Berada Di Bawah Garis Kemiskinan
Dasar ukuran yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki
ciri-ciri, sebagai berikut:
1.
Tidak memiliki faktor produksi
sendiri seperti tanah, modal, keterampilan
2.
Tidak memiliki kemungkinan untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatansendiri, seperti untuk memperoleh tanah
garapan atau modal usaha
3.
Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak
sampai tamat sekolah dasar, karena harusmembantu orang tua mencari tambahan
penghasilan
4.
Kebanyakan tinggal di desa sebagai
pekerja bebas (self employed) berusaha apa saja.
5.
Banyak yang hidup di Kota berusia
muda dan tidak mempunyai keterampilan.
c.
Fungsi Kemiskinan
Fungsi dari kemiskinan antara lain:
1)
Kemiskinan menyediakan tenaga kerja
untuk pekerjaan-pekerjaan kotor, tak terhormat, berat, berbahaya, namun dibayar
murah. Orang miskin dibutuhkan untuk membersihkan got-got yang mampet, membuang
sampah, menaiki gedung tinggi, bekerja di pertambangan yang tanahnya mudah
runtuh, jaga malam. Bayangkan apa yang terjadi bila orang miskin tidak ada.
Sampah bertumpuk, rumah dan pekarangan kotor, pembangunan terbengkalai, Banyak kegiatan
ekonomi yang melibatkan pekerjaan kotor dan berbahaya yang memerlukan kehadiran
orang miskin
2)
Kemiskinan memperpanjang nilai-guna
barang atau jasa. Baju bekas yang tak layak pakai dapat dijual (diinfakkan)
kepada orang miskin, termasuk buah-buahhan yang hampir busuk, sayuran yang
tidak laku, Semuanya menjadi bermanfaat (atau dimanfaatkan) untuk orang-orang
miskin.
3)
Kemiskinan mensubsidi berbagai
kegiatan ekonomi yang menguntungkan orang-orang kaya. Pegawai-pegawai kecil,
karena dibayar murah, mengurangi biaya produksi dan akibatnya melipatgandakan
keuntungan. Petani tidak boleh menaikkan harga beras mereka untuk mensubsidi
orang-orang kota.
4)
Kemiskinan menyediakan lapangan
kerja. Karena ada orang miskin, lahirlah pekerjaan tukang kredit, aktivis-aktivis
LSM yang menyalurkan dana dari badan-badan internasional, dan yang pasti
berbagai kegiatan yang dikelola oleh departemen sosial. Tidak ada komoditas
yang paling laku dijual oleh Negara Dunia Ketiga di pasar internasional selain
kemiskinan.
B.
Agama Dan Masyarakat
Agama berasal dari bahasa sansekerta
“agama” yang berarti tradisi sedangkan dari kata lain untuk menyatakan konsep
ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin dan berakar pada kata kerja
re-ligare yang berarti mengikat kembali, yang maksudnya adalah dengan religi
seseorang mengikat dirinya dengan Tuhan. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia
agama merupakan system atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan.
I.
Fungsi Agama
a.
Fungsi agama dalam masyarakat
Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama membantu
kita memahami beberapa fungsi agama dalam masyarakat, antara lain:
v Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum)
berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi
penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang
benar menurut ajaran agama masing-masing.
v Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu
menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi
kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama Menjadi Bencana
melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme (ajaran menganut
Tuhan satu). Menurutnya, sekarang ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah
umat di luat agamaku diselamatkan atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka
bisa diselamatkan? Teologi (agama) harus meninggalkan perspektif (pandangan)
sempit tersebut. Teologi mesti terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana
keselamatan umat manusia yang menyeluruh. Rencana itu tidak pernah terbuka dan
mungkin agamaku tidak cukup menyelami secara sendirian. Bisa jadi agama-agama
lain mempunyai pengertian dan sumbangan untuk menyelami rencana keselamatan
Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar agama bisa dimulai dengan terbuka
dan jujur serta setara.
v Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang
yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian dengan diri
sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus bertaubat
dan mengubah cara hidup.
v Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin
peka terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan,
keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong untuk
tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem kehidupan
yang ada.
v Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara
serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar
"Civil Society" (kehidupan masyarakat) yang memukau.
v Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi
seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini seharusnya
agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan moral bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
v Fungsi Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi
pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan
hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
v Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama
mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan
juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan
norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu
adalah ibadah.
b.
Dimensi Komitmen Agama
Menurut Roland Robertson dimensi komitmen
agama terbagi menjadi:
v Dimensi keyakinan mengandung perkiraan/ harapan bahwa orang yang
religius akan menganut pandangan teologis tertentu.
v Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan berbakti, yaitu
perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
v Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang
bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan
dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
v Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah
laku perseorangan.
v Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama
mempunyai perkiraan tertentu.
II.
Pelembagaan Agama
a.
Tiga Tipe Kaitan Agama Dengan Masyarakat
v Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral: Tipe ini
menggambarkan sekelompok orang yang menganut kepercayaan serta kelompok agama
yang sama sehingga tipe ini disebut sebagai tipe yang kecil, terisolasi dan
terbelakang
v Masyarakat pra-industri yang sedang berkembang: Tipe yang lebih
baik dari tipe sebelumnya. Terlihat dari berbagai macam acara atau upacara
dalam merayakan suatu acara keagamaan serta adanya perkembangan teknologi yang
mendominasi ketimbang tipe pertama serta jauh dari kesan terisolasi
v Masyarakat-masyarakat industri sekular: Tipe ini mencirikan
masyarakat industri yang semakin tinggi dalam bidang teknologi sehingga watak
masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984) tidak terlalu mementingkan
agama, misalnya pemikiran agama, praktek agama, serta kebiasaan-kebiasaan agama
yang seharusnya selalu dilakukan kini peranannya mulai berkurang
b.
Pelembagaan Agama
Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga dimana tempat
tersebut untuk membimbing manusia yang mempunyai atau menganut suatu agama dan
melembagai suatu agama. Seperti di Indonesia pelembagaan agamanya seperti MUI,
MUI itu sendiri singkatan dari Majelis Ulama Indonesia,yang menghimpun para
ulama indonesia untuk menyatukan gerak langkah islam di Indonesia, MUI yang
melembagai atau membimbing suatu agama khususnya agama islam.
Dengan kata lain pelembagaan agama adalah
wadah untuk menampung aspirasi-aspirasi di setiap masing-masing agama. Ketika
ada selisih paham yang tidak sependapat dengan agama yang bersangkutan, maka
masalah tersebut dibawa ke pelembagaan agama, untuk ditindak lanjuti dengan
memusyawarahkan masalah tersebut dan diambil keputusan bersama dan disepakati
bersama pula.
III.
Agama, Konflik dan Masyarakat
Konflik yang ada dalam Agama dan Masyarakat
Di beberapa wilayah, integritas masyarakat
masih tertata dengan kokoh. Kerjasama dan toleransi antar agama terjalin dengan
baik, didasarkan kepada rasa solidaritas, persaudaraan, kemanusiaan,
kekeluargaan dan kebangsaan. Namun hal ini hanya sebagian kecil saja karena
pada kenyataannya masih banyak terjadi konflik yang disebabkan berbagai faktor
yang kemudian menyebabkan disintegrasi dalam masyarakat.
Banyak konflik yang terjadi di masyarakat
Indonesia disebabkan oleh pertikaian karena agama. Contohnya tekanan terhadap
kaum minoritas (kelompok agama tertentu yang dianggap sesat, seperti Ahmadiyah)
memicu tindakan kekerasan yang bahkan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia.
Selain itu, tindakan kekerasan juga terjadi kepada perempuan, dengan
menempatkan tubuh perempuan sebagai objek yang dianggap dapat merusak moral
masyarakat. Kemudian juga terjadi kasus-kasus perusakan tempat ibadah atau
demonstrasi menentang didirikannya sebuah rumah ibadah di beberapa tempat di
Indonesia, yang mana tempat itu lebih didominasi oleh kelompok agama tertentu
sehingga kelompok agama minoritas tidak mendapatkan hak.
Permasalah konflik dan tindakan kekerasan ini
kemudian mengarah kepada pertanyaan mengenai kebebasan memeluk agama serta
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan tersebut. Seperti yang
kita ketahui bahwa dalam UUD 1945, pasal 29 Ayat 2, sudah jelas dinyatakan
bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama dalam memeluk agama dan akan
mendapat perlindungan dari negara.
Pada awal era Reformasi, lahir kebijakan
nasional yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Namun secara perlahan
politik hukum kebijakan keagamaan di negeri ini mulai bergeser kepada ketentuan
yang secara langsung membatasi kebebasan beragama. Kondisi ini kemudian
menyebabkan terulangnya kondisi yang mendorong menguatnya pemanfaatan
kebijakan-kebijakan keagamaan pada masa lampau yag secara substansial
bertentangan dengan pasal HAM dan konstitusi di Indonesia.
Hal ini lah yang dilihat sebagai masalah
dalam makalah ini, yaitu tentang konflik antar agama yang menyebabkan tindakan
kekerasan terhadap kaum minoritas dan mengenai kebebasan memeluk agama dan
beribadah dalam konteks relasi sosial antar agama. Penyusun mencoba memberikan
analisa untuk menjawab masalah ini dilihat dari sudut pandang kerangka analisis
sosiologis: teori konflik.